SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS DI GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA

Normal
0

false
false
false

IN
X-NONE
X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;}

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang  

            Saat ini wanita berusia 50 tahun berisiko 40% menderita patah tulang karena osteoporosis sedangkan menurut analisis data dari pusat penelitian gizi dan makanan Depertemen Kesehatan di 14 provinsi di Jawa dan Sumatra menunjukkan angka osteoporosis sudah mencapai 23,7% pada tahun 2006 diperkirakan jumlah osteoporosis lebih dari 5 juta orang  (Helmy, 2007).

      Osteoporosis paling cepat terjadi pada tahun pertama setelah menopause dan semakin dipercepat oleh gaya hidup yang tidak sehat. Kehilangan masa tulang pascamenopause mengakibatkan ketebalan tulang yang rendah yang merupakan determinan penting terjadinya patah tulang. Berdasarkan survei pada tahun 2006, oleh Perosi di Jakarta dan Bandung, patah tulang panggul penyebab kematian  yang cukup besar, yaitu : sekitar 10-12 % sehingga 15-20% pada tahun pertama setelah mengalami patah tulang. Sebaiknya wanita muda berusia muda mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan osteoporosis. Beberapa faktor risiko seperti kekurangan hormon estrogen karena menopause, kurang kalsium, kurang melakukan aktifitas fisik, banyak merokok, mengkonsumsi obat-obat tertentu (Sofyanuddin, 2007).

      Osteoporosis merupakan penyakit sangat berbahaya bagi kesehatan khususnya bagi wanita bahkan dapat menyebabkan kematian terbukti dari survei dilakukan perosi pada tahun 2006 di Jakarta, lebih dari 20% penderita osteoporosis meninggal dunia dalam kurun waktu setahun, bahkan dapat menimbukan kelemahan syaraf, ketidakmampuan fisik atau kecacatan kronis yang berujung pada kelumpuhan total organ gerak seperti organ ekstremitas bawah dan ekstremitas atas (Perosi, 2005).

      Osteoporosis adalah suatu kondisi  dimana tulang menjadi tipis, rapuh, keropos, dan mudah patah sebagai akibat bertambahnya  usia. Penyakit ini sering tidak disadari dan ditemukan secara kebetulan, misalnya saat mengangkat beban pada wanita aktif bekerja. Angka kejadian osteoporosis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Satu dari tiga wanita mempunyai kecenderungan terkena osteoporosis sedangkan pada pria insiden lebih kecil 1 dari 7 pria (Dinkes Jakarta, 2006). Osteoporosis menjangkiti sebagian besar wanita pasca menopause, namun berdasarkan penelitian di daerah Jakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2004, wanita usia  muda yaitu 25 tahun meningkat risiko osteoporosisnya. Pada usia diatas 25 tahun meningkat risiko osteoporosisnya. Pada usia diatas 45 tahun percepataan osteoporosis pada wanita 80% sedangkan pada pria 20%, penyebab osteoporosis dipengaruhi berbagai  faktor dan pada individu bersifat multifaktoral seperti gaya hidup tidak sehat, mengkonsumsi nutrisi rendah serat, tinggi  lemak, tidak berolah raga, pengetahuan osteoporosis yang kurang serta konsumsi kalsium masyarakat Indonesia yang masih rendah yaitu 254 mg perhari, padahal berdasarkan standar International adalah 1000-1200 mg perhari (Menkes RI, 2007).

      Cara yang paling tepat adalah pencegahan osteoporosis melalui upaya pencegahan sedini mungkin dengan membudayakan perilaku sehat  yang intinya mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur  kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium perhari), tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol. Merokok dan mengkonsumsi alkohol yang tinggi dapat meningkatkan risiko osteoporosis  2 kali lipat (Helmy, 2007). Pemberdayaan perilaku hidup sehat untuk mencegah osteoporosis, sangat diperlukan peran aktif kader baik dari masyarakat umum maupun para selebritis yang menjadi idola masyarakat serta peran aktif petugas kesehatan dimanapun berada (Perosi, 2007).

      Pencegahan osteoporosis lebih penting dari pada pengobatan, contoh kasus misalnya pemberian terapi sulih hormon jangka panjang  (5 tahun) mencegah patah tulang akibat osteorosis sampai 30-40% (Bizar, 2005). Mulai pramenopouse, masa tulang mulai menyusut 0,5%-1 % setiap tahunnya. Setelah memasuki masa menopouse, dimana kadar hormon estrogen menurun secara signifikan, wanita bisa kehilangan 2%-3% masa tulang setiap tahunnya dan pengurangan masa tulang berlangsung selama 10 tahun masa awal menopouse. Diperkirakan selama hidupnya wanita akan kehilangan masa tulang 30-50%, sedangkan pria hanya 20-30% (Lenin, 2006).

      Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis dengan cek list, dan kuesioner kepada responden tentang pencegahan osteoporosis dan pengetahuan tentang osteoporosis didapatkan hasil bahwa tidak pernah minum susu 13 , tidak pernah olahraga, minum teh dan kopi 11 responden dari 20.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah responden tidak mengerti tentang perilaku pencegahan osteoporosis secara baik sehingga penulis tertarik meneliti tentang perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pramenopouse.

      Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh puslitbang gizi Depkes pada 14 Propinsi angka kejadian osteoporosis di Indonesia (22,5%), dari hasil riset penelitian 2007 dan daerah Yogyakarta mencapai 20,5% (Depkes, 2008). Propinsi yang termasuk osteoporosis tinggi adalah Yogyakarta dengan jumlah osteoporosis (22,5%), sedangkan berdasarkan data Dinkes (2009), Yogyakarta osteoporosis di wilayah kerja Puskesmas Gondokusuman I  mencapai  orang (19,67%), 755 orang diantara adalah seorang wanita, merupakan jumlah osteoporosis tinggi di wilayah kerja Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta. Dilakukan penelitian dengan alasan bahwa jumlah prevalensi kejadian osteoporosis cukup tinggi, penyakit Osteoporosis sangat sukar disembuhkan dan kesadaran penderita untuk berobat masih kurang dibuktikan dengan hanya 10% saja berobat jalan (Dinkes, 2009).

B. Rumusan masalah

      Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan masalahnya adalah apakah ada hubungan tingkat pengetahuan tentang osteoporosis dengan perilaku pencegahan osteoporosis pada wanita pramenopouse di wilayah kerja Puskesmas Gondokusuman I Yogyakarta.

 

INGIN TAHU LEBIH LENGKAP SILAHKAN HUBUNGI 085729320008 BONUS KONSULTASI DENGAN PENULIS

Tinggalkan komentar